Artikel 8 May 2022
Lirik salah satu pujian yang sangat terkenal adalah: “Saya mau iring Yesus, saya mau iring Yesus, sampai s’lama-lamanya. Meskipun saya susah, menderita dalam dunia. Saya mau iring Yesus, sampai s’lama-lamanya”. Lagu ini syairnya sudah diingat dan melodinya tidak sukar untuk dinyanyikan. Namun kita sama-sama tahu bahwa isi dari lagu ini sangat sukar untuk dipraktekkan. Bahkan ketika diperdengarkan kepada banyak orang, rasanya ini bukan kata-kata yang “tepat” untuk mempromosikan kekristenan. Siapa yang akan tertarik dengan mengikut sesuatu dan sudah dicadangkan akan ada penderitaan?
Jemaat Smirna adalah adalah salah satu dari tujuh jemaat yang mendapakan surat di Wahyu pasal 2 dan 3. Yang menarik, jemaat Smirna dan Filadelfia tidak mendapatkan celaan atau kritikan, sebagaimana jemaat yang lain. Artinya, jemaat ini hanya menerima pujian atau rekomendasi atas hal-hal baik yang terlihat di dalam kehidupan berjemaat. Namun kalau kita perhatikan, hal-hal yang baik itu bukanlah hal-hal yang menyenangkan atau menggembirakan. Mereka dikenal dan dipuji ketika mereka dalam kondisi miskin, menderita dan mengalami fitnahan (Wahyu 2:8-11). Ketiga hal tersebut pastilah merupakan hal yang tidak kita sukai dan sedapat mungkin akan kita hindari. Dan kalau kita mengalami hal-hal tersebut bisa saja kita akan dianggap sebagai orang atau jemaat yang ditinggalkan Tuhan. Namun, apa yang dialami oleh jemaat Smirna, justru hal-hal yang membuat Tuhan berkenan dan Dia memujinya. “Penderitaan adalah lencana orang Kristen sejati”, kata Dietrich Bonhoeffer, seorang pendeta yang dihukum gantung di Kamp konsenterasi Jerman.
Kita tidak perlu terlalu jauh berpikir untuk setia sampai mati atau setia dengan mengorbankan nyawa. Mari kita belajar untuk mempraktekkan kesetiaan dalam hal-hal yang kecil dan sederhana terlebih dahulu. Seringkali untuk dapat setia beribadah ke gereja, atau mempertahankan disiplin rohani pribadi, sudah merupakan ”penderitaan” yang harus kita tanggung dan tidak jarang kita kalah dan menyerah. Tantangan-tantangan yang nampaknya sederhana berupa kemalasan, ketidaknyamanan, membayar harga baik itu waktu atau harta, seringkali sudah cukup untuk menggertak kita dan kita menjadi surut atau kehilangan semangat dalam kepengikutan kita kepada Tuhan.
Seandainya kita meminta Tuhan untuk memberikan komentar atas hidup kita khususnya mengenai kesetiaan kita, kira-kira komentar apa yang akan kita dapatkan? Apakah kita akan mendengarkan pujian karena kita mampu bertahan dan menang terhadap setiap tantangan dan kesulitan, ataukah kita akan mendapatkan celaan karena kita seringkali menyerah di tengah kesulitan dan ketidaknyamanan? Kita bisa memilih raport kita.