1. Bagaimana cara mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita melalui doa?
JAWAB: Doa pengampunan yang dinaikkan dengan jujur adalah ungkapan hati yang berniat untuk melepas pengampunan kepada orang yang bersalah kepada kita. Kita bisa datang kepada Tuhan dan menyatakan dengan jujur apa yang kita rasakan, termasuk misalnya kita marah dan masih sukar mengampuni.
Kemudian memohon kepada Tuhan agar menolong kita untuk mampu mengampuni dan tidak mendendam kepada mereka. Lalu kita menaikkan doa agar Tuhan berbelaskasihan serta menolong mereka untuk dapat menyadari kesalahan dan kemudian bertobat, agar dapat memperoleh pengampunan dari Tuhan.
2. Di kitab Mazmur ada tertulis pemazmur mengutuk dan mengharapkan bencana kemalangan menimpa musuh-musuhnya. Apakah orang Kristen boleh berdoa seperti ini?
JAWAB: Memang di beberapa Mazmur ada mazmur yang memohon keadilan bahkan semacam kutukan kepada musuh. Ini biasa disebut sebagai Mazmur Imprekatori. Contoh yang sangat terkenal adalah: “Berbahagialah orang yang menangkap dan menghancurkan anak-anakmu pada bukit batu!” (Mazmur 137:9). Hal ini sepertinya bertentangan dengan pengajaran Tuhan Yesus yang meminta kita untuk mengasihi dan mendoakan musuh kita (Matius 5:44). Bagaimana kita memahami hal tersebut?
Harus diingat bahwa banyak doa di Alkitab, termasuk di kitab Mazmur, bukanlah pola atau anjuran cara berdoa. Banyak doa yang mengungkapkan perasaan pemazmur secara jujur. Dalam konteks peperangan dan situasi pada waktu itu, orang-orang yang tertindas sering datang kepada Allah dan mengadukan penderitaan mereka. Kemudian mereka juga memohon kepada Allah untuk membela mereka dan mengharapkan keadilan Allah terhadap musuh-musuh mereka.
Dengan demikian kita boleh berdoa dengan jujur kepada Allah, yaitu menceritakan apa yang kita alami dan rasakan, bahkan memohon keadilan Allah. Namun, dengan memahami kebenaran yang utuh dan karakter Allah, kita tidak akan menyatakan kebencian kita dan menginginkan hal buruk terjadi atas orang lain berdasarkan dendam kita. Sebaliknya, kita dapat secara positif mendoakan hal-hal baik terjadi pada orang yang berbuat jahat kepada kita, yaitu pertobatan dan perubahan hidup mereka.
3. Setelah mengampuni orang yang bersalah kepada kita, untuk selanjutnya ke depan, bolehkah kita membatasi diri bergaul dengan orang tersebut? Atau harus tetap bergaul tanpa batas (seperti tidak terjadi apa-apa), walau orang tersebut mengulangi kesalahannya berulang-ulang?
JAWAB: Mengampuni adalah sikap hati untuk belajar melupakan dan tidak mendendam atau mencari balas. Namun, mengampuni bukan berarti harus terus-menerus membiarkan diri disakiti tanpa batas. Di samping kita perlu menasihati dan mengajar mereka yang berbuat jahat, kita perlu juga perlu mengambil langkah menjaga diri. Kita harus berhikmat dalam memilih dan menentukan batas pergaulan dan kedekatan. Tidak ada keharusan untuk dekat dan akrab dengan semua orang, terutama dengan mereka yang membahayakan kita.
Kita tetap boleh menjaga jarak dari orang yang terus menyakiti kita, terutama jika mereka tidak menunjukkan perubahan. Namun, kita tetap dapat bersikap ramah, tanpa rasa benci atau ingin membalas dendam. Tentu kita tetap mendoakan mereka dan terbuka untuk kembali dekat apabila telah terlihat perubahan.
4. Tentara penyalib Yesus tidak tahu apa yang mereka lakukan. Apakah mereka diampuni? Pertanyaan ini didasarkan atas pengertian karena pengampunan memerlukan pertobatan dari perbuatan salah yang diketahui/disadari oleh pendosa
JAWAB: Sesuai dengan kebenaran Alkitab – 1 Yohanes 1:9: “Jika kita mengaku segala dosa kita…”, pengampunan akan diberikan dan dialami oleh mereka yang mengakui dosanya dan memohon pengampunan dari Allah secara pribadi. Dengan demikian semua orang (termasuk para prajurit) tidak atau belum diampuni sebelum mereka mohon ampun.
Doa Yesus lebih menunjukkan belas kasihan, dan bukan proklamasi diampuninya dosa mereka. Sekaligus kerinduan agar mereka dicelikkan mata rohaninya untuk menyadari apa yang telah mereka perbuat.
5. Jika pertobatan adalah inisiatif Tuhan, terkesan manusia adalah boneka diatur oleh Tuhan (bukan free will manusia). Jika pertobatan adalah kehendak bebas (free will) manusia, ada kemungkinan orang tersebut tidak akan bertobat. Bagaimana ini kaitannya dengan doktrin pemilihan/predestinasi?
JAWAB: Tidak mudah menjelaskan dan memahami hal-hal ini dalam ruang dan waktu yang terbatas. Ini adalah paradoks (dua hal yang “kelihatannya” bertentangan, namun sebenarnya tidak). Apakah kehendak Tuhan akan membatasi atau menghilangkan kehendak bebas manusia? Ataukah kehendak manusia dapat mengatasi atau menggugurkan kehendak Allah?
Banyak contoh di Alkitab dan pengajaran yang mendukung kedua kebenaran tersebut, dan tidak mempertentangkannya. Secara prinsip, kita percaya bahwa Allah berdaulat untuk menetapkan atau melakukan apapun yang Dia inginkan, dan tidak akan ada yang dapat mencegahnya – termasuk kehendak manusia. Sebaliknya, ada banyak tindakan manusia yang dikatakan sebagai “hal-hal yang tidak Allah kehendaki”.
Kita percaya bahwa Allah, di dalam kedaulatannya, dapat membuat seseorang secara sukarela memilih sesuatu. Tidak ada orang yang dipaksa dan merasa terpaksa bertobat. Ia akan dengan kesadaran penuh mengakui dosanya dan memutuskan untuk bertobat. Sebaliknya tidak ada seorang pun yang rindu bertobat kemudian dibuat Allah untuk sukar dan gagal bertobat. Tidak ada seorang pun yang dapat menuduh Allah dan berkata “saya sebenarnya ingin bertobat, namun Allah mencegah atau mempersulit pertobatan saya”.
Dengan demikian, secara sederhana dapat kita katakan, kalau panggilan dan tawaran bertobat ditawarkan kepada kita atau seseorang, putuskanlah. Kalau kita kemudian bertobat dan diampuni, bersyukurkah atas anugerah Tuhan. Namun kalau seseorang menolak bertobat, itu adalah keputusannya sendiri dan ia akan menanggung konsekuensinya.
6. Bagaimana menjelaskan makna Paskah bagi mereka yang terbiasa hidup dalam dosa/bekerja yang tidak benar (komunitas LGBTQ, scammer, koruptor, dan lain-lain)?
JAWAB: Paskah adalah berita mengenai kasih Allah kepada manusia yang berdosa. Dia datang ke dunia, mati di kayu salib, menyediakan pengampunan kepada mereka yang mengakui dosanya dan berpaling kepada Allah. Ini berlaku untuk setiap orang, apapun jenis dosanya. Kepada orang yang telihat “sangat jahat” maupun kepada mereka yang terlihat “baik-baik saja”.
Dengan demikian, setiap orang yang mengakui dan menyadari bahwa cara hidup dan tindakan mereka itu salah, mereka sangat dekat dengan berita Paskah. Namun kalau mereka tidak merasa atau tidak bersedia mengakui bahwa cara hidup mereka itu salah, maka mereka tidak akan mengalami pengampunan, tentunya karena mereka tidak bertobat.
Jadi pertama-tama, sangat diperlukan kesadaran akan kehidupan yang tidak berkenan di hadapan Allah. Kemudian kesediaan untuk berpaling kepada Salib, yaitu pengampunan yang Allah sediakan melalui pengorbanan Kristus. Kematian dan kebangkitan Kristus menjadi pengharapan akan terjadinya pemulihan dari kehidupan yang berdosa.