“Ketika Cinta Sudah Tiada”
Kalau kita berbicara mengenai Yudas Iskariot, sesungguhnya kita menghadapi sebuah persoalan yang sulit. Selalu ada pertanyaan besar, mengapa ia menjual Tuhan Yesus. Tuhan Yesus kalaupun tidak akan ia sebut sebagai Tuhannya, paling tidak Dia adalah Guru dan Sahabat baiknya, mengapa ia rela mengkhinatinya? Pertanyaan lain yang tidak kalah sulitnya adalah, apakah Tuhan Yesus salah memilih murid? Atau apakah Tuhan Yesus gagal dalam mendidik salah satu murid-Nya ini?
Meski kita tidak bisa yakin alasan mengapa Yudas mengkhianati Yesus, namun ada beberapa hal yang bisa kita perhatikan. Memang Yudas hampir selalu bersama-sama dengan Yesus dan para murid lainnya. Namun sedekat apakah hubungannya dengan Yesus? Keempat Injil selalu menyebut Yudas di urutan terakhir. Urutan ini secara umum dipahami sebagai petunjuk kedekatan hubungan pribadi mereka masing-masing dengan Yesus. Yudas yang memilih memanggil Tuhan Yesus sebagai “Rabbi”, menunjukkan bahwa ia tidak yakin bahwa Yesus adalah Anak Allah atau Tuhan. Jelas Yudas memiliki persoalan dengan iman dan pengenalannya akan Tuhan Yesus
Keputusannya untuk menjual Yesus dengan harga beberapa keping perak memang sangat mengejutkan. Ini tentu bukan karena urusan finansial. Jumlah uang itu tidak seberapa untuk menambah kekayaan seseorang. Apakah Yudas memiliki kebencian pribadi? Atau sekedar ketidakpuasan yang tersembunyi? Apapun itu, mengkhianati Guru dan Sahabatnya jelas menunjukkan tidak ada perasaan cinta dari Yudas kepada Tuhan Yesus. Ia mendekat kepada Yesus mungkin dengan berbagai motivasi dan kepentingan. Atau ia sekedar menjadi penggemar dan berharap dapat ikut menikmati popularitas Yesus. Kedekatan secara fisik itu tidak sampai menumbuhkan iman dan cinta.
Ketika seseorang tidak memiliki cinta atau mulai kehilangan cinta, maka sangat mudah untuk memilih perpisahan. Ketika kerinduan dan kedekatan tidak ada lagi, pengkhianatan menjadi hal yang tidak terlalu mengherankan. Maka menjadi perenungan yang penting bagi kita sewaktu kita menilai kedekatan dan cinta kita kepada Tuhan.
Kedekatan tanpa pengenalan yang benar akan menghasilkan iman yang salah. Kedekatan tanpa kasih hanya membangun formalitas agama. Kedekatan tanpa perubahan hidup hanya akan membuat hidup kita sibuk dengan aktivitas. Apakah kita semakin akrab dengan Tuhan? Apakah cinta kita masih ada disana, bahkan semakin bertambah-tambah? Apakah kita yakin bahwa kita tidak akan pernah menjual Tuhan seperti Yudas?